Lazimnya, kewajiban sebagai pencari nafkah keluarga ada di tangan
seorang suami. Pandangan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi
juga di berbagai belahan dunia. Baik dalam pandangan konstruksi sosial
maupun agama. Ayah bekerja, ibu mengurus rumah tangga dan anak.

Namun seiring berjalannya waktu, pandangan tersebut sudah mulai
berubah. Emansipasi wanita muncul di mana banyak wanita pun tidak ingin
tinggal diam berkontribusi untuk masyarakat dan lingkungannya lewat
dunia kerja. Banyak wanita yang membuktikan mampu menjadi pemimpin,
banhkan di dunia kerja yang didominasi oleh pria. Namun tidak jarang
juga wanita yang terpaksa bekerja untuk memenuhi ekonomi keluarga.
Namun
bagaimana jika peran diubah, para istri yang bekerja mengejar karir dan
memenuhi ekonomi rumah tangga, sedangkan pria berada di rumah mengurus
dan merawat anak? Tentu tidak sejalan dengan pandangan agama dan masih
banyak pro kontra dalam masyarakat.
Namun, selalu ada alasan di balik kondisi ini. Apa saja itu? Bisa
jadi karena suami jauh lebih cekatan mengurus rumah dan istri yang lebih
tangguh mengejar karir, atau karena bidang pekerjaan suami yang dapat
membuat mereka fleksibel berada di rumah dan bekerja dari rumah, atau
perusahaan tempat dulunya suami bekerja tutup, lalu belum dapat
pekerjaan baru hingga akhirnya kondisi menjadi lebih nyaman.
Bagaimanapun
alasannya, tentu keputusan tersebut semau dilakukan atas kesepakatan
bersama dan tujuannya untuk kebahagiaan keluarga bukan? Salah satu
pasangan berada di rumah memastikan kondisi rumah berjalan dengan
semestinya, adalah hal yang baik ketimbang kurangnya kontrol terhadap
rumah akibat suami istri yang sibuk mengejar karir.
Jangan karena
sibuk mencari nafkah, anak menjadi terbengkalai dan pengasuhan anak
terpaksa diserahkan kepada orang lain. Jika memang penghasilan istri
lebih tinggi dan dapat menutupi kebutuhan seluruh keluarga, kenapa tidak
bertukar peran sebagai pencari nafkah?
Dalam bertukar peran,
suami istri harus benar-benar patuh pada konsekuensinya. Suami harus
berkomitmen mengasuh anak, mengurus segala kebutuhan rumah, dan
melakukan tugas dan perannya sebagai Bapak rumah tangga. Sebaliknya
istri pun harus komitmen bekerja, tidak mengeluh dan menyalah-nyalahkan
suami ketika merasa lelah untuk bekerja.
Jadi menurut saya, istri
bekerja dan suami dirumah, wajar-wajar saja. Selama masing-masing
bersedia berganti peran tanpa paksaan, dan menjalankannya tanpa keluhan.
Dan perlu diingat pula, walau wanita adalah pencari nafkah dalam
kaluarga, suami tetap harus dihormati sebagai kepala keluarga. Bagaimana
menurut Anda?