Asaalamualaikum pembaca yang budiman, kali ini kita akan membahas mengenai keyakinan akan pertolongan Allah, Modal utama para Nabi dan Rasul dalam menjalankan amanah dakwah adalah
keyakinan yang utuh dan menyeluruh bahwa dirinya akan ditolong Allah
Ta’ala. Sebagai bukti kita bisa belajar dari apa yang dialami oleh Nabi
Yusuf AS.
Sejak kecil beliau telah menghadapi cobaan hidup luar biasa. Beliau
didengki saudaranya sendiri, bahkan dibuang ke dalam sumur hingga
akhirnya dijual ke Mesir, difitnah hingga dipenjara. Jika mau didata,
Nabi Yusuf tidak pernah mengalami masa hidup kecuali selalu dalam
kesulitan demi kesulitan.
Meskipun dengan keadaaan yang demikian, Nabi Yusuf memiliki satu keyakinan bahwa Allah pasti
menolongnya. Dan, karena itu, komitmen dalam kebenaran menjadi pilihan
hidup yang tak pernah tergoyahkan, meski ia harus menghadapi
penderitaan. “Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku” (QS. Yusuf [12]: 33).
Ibnu Katsir menjelaskan Nabi Yusuf lebih memilih dipenjara daripada
melakukan perbuatan keji (kemesuman). Dan, pilihan demikian itu tidak
mungkin terucap kecuali oleh jiwa yang seutuhnya yakin dengan
pertolongan Allah.
Ungkapan lain yang penuh keberanian dalam hal keyakinan akan pertolongan Allah ini disampaikan Nabi Nuh AS kepada kaumnya. “Dan
bacakanlah kepada mereka berita penting tentang Nuh di waktu dia
berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal
(bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka
kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan
(kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). Kemudian
janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku,
dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.” (QS Yunus [11]: 71).
Pertanyaannya kemudian, apa yang membuat mereka memiliki keyakinan
utuh-menyeluruh terhadap pertolongan Allah? Ada dua hal yang bisa kita
ambil hikmah dari kisah Nabi Yusuf dan Nabi Nuh AS.
Pertama, niat yang suci murni dan cita-cita besar bagi kemaslahatan umat manusia.
Kedua, tidak ada ketergantungan diri melainkan kepada Allah SWT.
Dengan kata lain ada independensi mental. Hal ini terbukti dari ungkapannya, “Jika
kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun
dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku
disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri
(kepada-Nya).” (QS Yunus [10]: 72).
Dengan demikian, selama niat hidup kita adalah suci murni, ikhlas
ingin mengharap ridha Allah, kemudian tidak kita pikirkan melainkan
maslahat kehidupan umat manusia, yang justru dengan itu semua
kesempitan, kesulitan dan ketidaknyamanan hidup terasa terus
menghampiri, jangan pernah bingung apalagi putus asa karena percayalah Allah tidak akan pernah meninggalkan hambaNya Allah selalu menolong hambaNya .
Terima Kasih... Semoga Bermanfaat ! :)